Selasa, 03 Mei 2011 Tags: 0 komentar

Laa

 
Ketahuilah, bahwa lâ nafi itu me-nashab-kan isim nakirah (tidak me-nashab-kan isim ma'rifat) tanpa tanwin (dengan syarat):

  1. bilamana lâ bertemu dengan isim nakirah (menjadi isim lâ) dan lafazh lâ tidak berulang-ulang. Contoh:
    = tiada seorang laki-laki pun di dalam rumah.
    Maksudnya: Tiada seorang laki-laki pun (meniadakan sama sekali); namanya Lâ linafyil jinsi. Jadi mafhum-nya:
  2. Kalau lâ itu tidak bertemu dengan isim nakirah, maka diwajibkan rafa' (sebab isim nakirah menjadi mubtada yang diakhirkan) dan lâ-nya wajib berulang-ulang, seperti dalam contoh: (di dalam rumah itu tidak ada laki-laki dan tidak ada pula wanita). yang 'amal-nya demikian itu, tidak meniadakan sama sekali.
  3. Kalau lâ itu berulang-ulang (serta bertemu dengan isim nakirah), maka dibolehkan mengamalkan lâ (yaitu me-nashab-kan isim nakirah) dan boleh pula membiarkannya (yakni, tidak me-nashab-kan isim nakirah).
Apabila kamu menghendaki, katakanlah (di dalam rumah itu tidak ada laki-laki dan tidak ada pula wanita); dan apabila kamu menghendaki, boleh kamu katakan (dengan memakai harakat dhammah pada lafazh rajulun dan imra'atun-nya).
Kalau lafazh dan di-nashab-kan, maka menjadi isim lâ yang beramal; dan kalau Iafazh di-rafa'-kan, maka menjadi mubtada dan lafazh sebagai khabar-nya, sedangkan lafazh lâ-nya di-ilgha-kan atau dibiarkan dan lafazh di-'athaf-kan kepada
Kata nazhim:

Hukum (ketentuan) lâ sama dengan ketentuan inna dalam hal mengamalkannya, maka nashab-kanlah dengan lâ bila isim nakirah bertemu dengannya. Tetapi bilamana lâ berulang-ulang, maka kamu harus memberlakukan huruf lâ, demikian pula dalam hal mengamalkan atau meng-ilgha-kannya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kalimat tersebut boleh dibaca:
  1. lâ beramal
  2. dengan meng-ilgha-kan
  3. beramal sebagian, dan
  4. di-ilgha-kan sebagian

No Response to "Laa"

Posting Komentar